Masalah Konflik 3 Kampung di Lampung Tengah Terjadi Sejak 2014

Bagikan:

Indopostonline.id, Bandar LampungKepolisian Daerah (Polda) Lampung memaparkan latar belakang masalah konflik pengelolaan lahan di tiga kampung Lampung Tengah yakni Kampung Negara Aji Tua, Kampung Bumi Aji, dan Kampung Negara Aji Baru.

“Konflik Pengelolaan lahan perkebunan di tiga desa di Lampung Tengah telah berlangsung sejak tahun 2014. Dalam data Perusahaan telah mengklaim dari 955 hektare lahan yang HGU-nya atas nama PT Bumi Sentosa Abadi (PT BSA) hanya 60 hektare dapat dikuasai,” ungkap Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadillah, Selasa (3/10/2023).

Lebih lanjut, mulanya lahan di tiga kampung tersebut disewa oleh PT Chandra Bumi Kota pada tahun 1968 selama 25 tahun hingga tahun 1993.

“Pada tahun 1981 terbit HGU (hak guna usaha) atas nama PT Chandra Bumi Kota selama 25 tahun dari tahun 1981 – 2006 di lahan seluas 807 hektare,” jelas Umi.

Dibeli PT BSA Berikut Asetnya 

Istimewa
Foto: Istimewa

Kemudian, pada Tahun 1990 PT Chandra Bumi Kota dibeli oleh PT BSA, berikut dengan asetnya berupa lahan singkong dan tebu.

Selanjutnya, pada tahun 2004 PT BSA membeli lahan di Kampung Bumi Aji dan Negara Aji Tua seluas 144,87 hektare yang lalu diajukan HGU pada tahun 2005 selama 35 tahun mulai 2005 – 2040.

“Pada tahun 2015, muncul beberapa kelompok warga yang menduduki lahan dan mengajukan gugatan,” paparnya.

Gugatan warga tersebut ditolak oleh PN Gunung Sugih dengan putusan Nomor 27/PDT.G/2014 PN.GNS.

Masyarakat kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Tanjung Karang pada tahun 2016.

Banding Masyarakat Ditolak 

Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Namun, upaya banding tersebut juga ditolak dengan putusan Nomor. 35/PDT/2016/PT TJK, pada Oktober 2016 dengan bunyi amar putusan gugatan banding tidak diterima (niet onvankeluk verklaard/NO).

Baca juga:  Lebih Dekat Kepada Masyarakat, Pemuda Perindo Bagi Paket Takjil di Way Halim

“Masyarakat lalu melakukan upaya hukum lebih lanjut dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2017,” pungkasnya.

“Di tingkat kasasi ini, memori kasasi nomor 2012K/PDT/2017 tersebut menghasilkan putusan berupa, Pertama, menolak permohonan kasasi dan kedua, menghukum pemohon kasasi membayar perkara sebesar Rp 500.000,” tandasnya.

Sebelumnya, ratusan masyarakat berasal dari tiga Kampung di Lampung Tengah yakni Kampung Negara Aji Tuha, Negara Aji Baru, Bumiaji menggelar aksi unjuk rasa di Depan Pintu Gerbang Kantor DPRD Provinsi Lampung pada Senin, 2 Oktober 2023.

Berdasarkan pantauan di lokasi, para masa yang mayoritas berprofesi sebagai petani menyampaikan tuntutan mendesak Pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengusut segala bentuk pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Anak Tuha terhadap penggusuran tanam tumbuh petani.

Kemudian, mencabut perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan di Anak Tuha, Membebaskan warga petani yang masih ditahan tanpa syarat.

Meminta Kepolisian RI melakukan pengusutan tuntas terhadap jajarannya (Polda Lampung) dalam pengawalan penggusuran lahan Petani yang masih dalam sengketa di Pengadilan Negeri Gunung Sugih.

Masyarakat Unjuk Rasa, Tuntut Cabut HGU 

Unjuk rasa di depan kantor DPRD Lampung
Unjuk rasa di depan kantor DPRD Lampung

Menyerukan dan menuntut agar pemerintah untuk kembali kepada cita-cita dasar bersama yang terdapat di dalam Undang-undang Dasar 1945, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

Selanjutnya, sekira pukul 11.45 Wib para masa diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung yang diwakili Ketua DPRD, Mingrum Gumay, Komisi I Mardani Umar, I Made Suar Jaya.

Saat berdiskusi, Firdaus, Tokoh Adat tiga kampung mengungkapkan saat ini warga merasa diintimidasi oleh aparat kepolisian yang setiap hari berpatroli paska eksekusi lahan di PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) beberapa waktu lalu.

Baca juga:  Ssst, Ada Keluhan dari Wali Murid MIN 1 Bandar Lampung Soal Biaya Perpisahan 

“Saya akan menceritakan kepada bapak DPRD provinsi Lampung yang kami hormati. Saya mengikuti permasalahan ini di lapangan waktu tanggal 21 September, lahan tanam tumbuh kami digusur, tanpa dikasih ampun,” ungkapnya.

“Kami masyarakat tidak ada daya, kami meminta perlindungan. Itu yang terjadi, waktu mereka selalu mengintimidasi masyarakat supaya tidak berbenturan dengan pihak petugas,” jelasnya. (RDN)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *